POLITIK
PERTANIAN
DESA DAN MANUSIA PEMBANGUNAN
“HAMBATAN DAN DORONGAN MANUSIA DESA
SEBAGAI MANUSIA PEMBANGUNAN”
KELOMPOK
II
SYARWAL
|
D1A113092
|
ERNA
|
D1A113008
|
RAMADAN
|
D1A113126
|
SARIANA
|
D1A114108
|
OKTA VENY PUTRI S.
|
D1A113226
|
RAHMAT INDIA
|
D1A113040
|
JURUSAN
AGRIBISNIS
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
HALU OLEO
KENDARI
2016
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Puji Syukur kami panjatkan atas ke
hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Salawat serta salam tetap tercurah kepada
Nabi Muhammad SAW yang menjadi panutan mulia disetiap langkah manusia. Kami sangat
bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah sebagai tugas mata kuliah Politik
Pertanian. Berdasarkan judul Bab VI Desa dan Manusia Desa kelompok kami
berkesempatan untuk menjelaskan sub bab Hambatan dan Dorongan Manusia Desa
sebagai Manusia Pembangunan.
Semoga makalah ini dapat memberi
manfaat dan informasi kepada mahasiswa. Akhir kata kami mohon maaf apabila
dalam makalah ini terdapat kekeliruan.
Kendari,
7 Oktober 2016
Kelompok
II
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Data penduduk Indonesia pada tahun 2005
menunjukkan proporsi penduduk yang bertempat tinggal di perdesaan jika
dibandingkan di perkotaan tidak lagi berbeda jauh, yakni 113,7 juta jiwa di
perdesaan dan 106,2 juta jiwa di perkotaan (BPS, 2005). Namun, perbandingan
tingkat kesejahteraan masyarakat dan tingkat pembangunan wilayah di antara
keduanya menunjukkan kawasan perdesaan masih relatif tertinggal jika
dibandingkan dengan perkotaan. Jumlah penduduk miskin di perdesaan pada tahun
2004 mencapai 24,6 juta jiwa, jauh lebih tinggi daripada di perkotaan, yaitu
11,5 juta jiwa. Sementara itu, jangkauan pelayanan infrastruktur di perdesaan
masih jauh dari memadai. Misalnya, baru sekitar 6,4 persen rumah tangga
perdesaan yang telah dilayani oleh infrastruktur perpipaan air minum, sedangkan
di perkotaan mencapai 32 persen; sementara itu, untuk pelayanan telekomunikasi,
dari total 62.806 desa di Indonesia, sebanyak 43.000 desa masih belum memiliki
fasilitas telekomunikasi.
Data juga menunjukkan masih relatif
rendahnya produktivitas tenaga kerja di perdesaan karena aktivitas ekonomi
perdesaan masih bertumpu pada sektor pertanian (primer). Berdasarkan
Susenas 2003, pangsa tenaga kerja di perdesaan pada sektor pertanian mencapai
67,7 persen. Padahal secara nasional, meski sektor pertanian menampung 46,3
persen dari 90,8 juta penduduk yang bekerja, sumbangannya dalam pembentukan PDB
hanya 15,0 persen. Menguatnya desakan alih fungsi lahan dari pertanian menjadi
nonpertanian, terutama di Pulau Jawa, tidak hanya merusak sistem irigasi yang
sudah terbangun, tetapi juga semakin menurunkan produktivitas tenaga kerja di
perdesaan dengan meningkatnya rumah tangga petani gurem. Jika hal itu
dibiarkan, sangat sulit untuk menurunkan angka kemiskinan di perdesaan dan
mengendalikan migrasi ke kota-kota besar sehingga pada gilirannya akan
membebani dan memperburuk permasalahan di perkotaan. Oleh karena itu, sangat
mendesak untuk dilakukannya diversifikasi usaha ekonomi di perdesaan ke arah
kegiatan nonpertanian (non-farm
activities), baik berupa industri yang mengolah produk pertanian maupun
berupa jasa-jasa penunjang.
Industrialisasi perdesaan yang
berbasis pertanian, tidak hanya berpotensi mengalihkan surplus tenaga kerja di
sektor pertanian primer yang kurang produktif, tetapi juga mempertahankan nilai
tambah yang dihasilkan tetap berada di perdesaan. Namun, untuk mewujudkan
peningkatan kesejahteraan masyarakat perdesaan, upaya diversifikasi lapangan
pekerjaan ini secara simultan perlu diiringi dengan peningkatan keberdayaan
masyarakat perdesaan, penyediaan
dukungan prasarana dan sarana sosial ekonomi yang memadai, peningkatan kapasitas pemerintahan dan
kapasitas kelembagaan sosial ekonomi dalam pembangunan perdesaan di tingkat
lokal, dan penguatan keterkaitan kota dan desa serta sektor pertanian dengan
industri dan jasa penunjangnya.
Pembangunan masyarakat desa pada hakekatnya bertujuan
meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan agar lebih baik, lebih
menyenangkan dan mengenakkan warga masyarakat dari keadaan sebelumnya. Mencapai
kesejahteraan, itulah yang menjadi tujuannya. Pembangunan masyarakat desa dan
tujuannya selalu dikaitkan dengan masalah kemiskinan, yang dialami oleh
sebagian masyarakat dalam kategori masyarakat desa, dan lebih khusus lagi
masyarakat nelayan dan petani kecil. Hambatan dalam pelaksanaan pembangunan
masyarakat desa di negara-negara Dunia Ketiga, antara lain adalah keadaan
penduduk yang sangat miskin, kebodohan dan pengalaman-pengalaman mereka yang
serba menyusahkan dan menyedihkan di masa lampau, menyebabkan para petani dan
nelayan pada umumnya dicekam rasa takut, menjadi apatis, berserah diri pada
nasib (yang jelek), tidak ada keberanian untuk mencapai prestasi secara
individu, tidak ada keberanian menanggung resiko untuk merubah nasib mereka
yang bagaikan berada di dalam rawa-rawa yang memerlukan pertolongan dari luar
untuk menariknya.
Pembangunan pada prinsipnya adalah suatu proses dan usaha
yang dilakukan oleh suatu masyarakat secara sistematis untuk mencapai situasi
atau kondisi yang lebih baik dari saat ini. Dilaksanakannya proses pembangunan
ini tidak lain karena masyarakat merasa tidak puas dengan keadaan saat ini yang
dirasa kurang ideal. Namun demikian perlu disadari bahwa pembangunan adalah
sebuah proses evolusi, sehingga masyarakat yang perlu melakukan secara bertahap
sesuai dengan sumber daya yang dimiliki dan masalah utama yang sedang dihadapi.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut
maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana konsep desa dan masyarakat
desa ?
2. Bagaimana konsep pembangunan,
pembangunan sumberdaya manusia dan manusia pembangunan ?
3. Apa saja fungsi dan potensi yang
terdapat dalam desa ?
4. Apa saja hambatan yang dialami
manusia desa sebagai manusia pembangunan ?
5. Apa saja faktor penghambat
pelaksanaan kebijakan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat ?
6. Bagaimana dorongan manusia desa
sebagai manusia pembangunan ?
C.
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut.
1. Untuk memahami konsep desa dan masyarakat
desa.
2. Untuk memahami konsep pembangunan,
pembangunan sumberdaya manusia dan manusia pembangunan .
3. Untuk mengetahui fungsi dan potensi yang
terdapat dalam desa ?
4. Untuk memahami hambatan yang dialami manusia
desa sebagai manusia pembangunan ?
5. Untuk mengetahui faktor penghambat
pelaksanaan kebijakan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat ?
6. Untuk mengetahui dorongan manusia desa
sebagai manusia pembangunan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Desa dan Masyarakat Desa
Berdasarkan UU No.
22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah pasal I desa adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki kewenangan untuk mngatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah
kabupaten. Soetarjo Karto Hadikusumo mendefinisikan desa sebagai satuan hukum
diamana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan
pemerintahannya sendiri. Kawasan pedesaan adalah kawasan yang mempunyai
kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan SDA, dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat pemukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi.
Sebagian besar
masyarakat Indonesia hidup pada daerah pedesan yang mana secara stuktural dan
administrasi memiliki peranan yang sangat penting bagi perkembangan suatu negara, sebagian besar
penduduk desa bermata pencaharian sebagai petani/agraris. Sebenarnya mata
pencaharian penduduk sangat dipengaruhi oleh faktor alam atau keadaan lingkungan
dari desa itu sendiri. Berdasarkan mata pencahariannya desa dapat dibedakan
menjadi : desa nelayan, desa agraris, desa perkebunan, desa peternakan, desa industri dan lain sebagamya,
namun ciri khas dari desa adalah sifat kehomogenan yang ada pada sistem mata
pencaharian penduduknya, walaupun ada beberapa yang bermata pencaharian berbeda
misalnya pedagang, biro jasa, PNS dan
lain-lain. Namun, secara nyata hanya satu jenis mata pencaharian yang menonjol
dan menjadi ciri khas dari desa tersebut. Corak kehidupan di desa didasarkan
pada ikatan kekeluargaan yang erat. Masyarakat merupakan gemeinschafet yang memiliki unsur gotong royong yang kuat. Faktor
lingkungan geografis memberi pengaruh
juga terhadap gotong royong diantaranya
a. faktor topografi setempat yang memberikan
suatu ajang hidup dan suatu bentuk
adaptasi kepada penduduk,
b. faktor iklim yang dapat memberikan pengaruh
positif rnaupun negatif terhadap
penduduk terutama para petani, dan
c. faktor bencana alam seperti letusan gunung,
gempa bumi dan banjir.
Selain itu, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan ialah unsur-unsur desa, yaitu
a. daerah, dalam artian tanah-tanah yang
produktif dan yang tidak produktif, beserta
penggunaannya, termasuk juga unsur lokasi, luas dan batas yang merupakan
lingkungan geografis tempat,
b. penduduk, adalah hal yang memiliki jumlah
pertambahan, kepadatan, persebaran, dan
mata pencaharian penduduk desa setempat,
c. tata kehidupan, dalam hal ini tata pergaulan
dan ikatan - ikatan warga desa. Jadi menyangkut seluk beluk kehidupan masyarakat
desa atau tutal society.
Unsur lain yang
termasuk unsur desa adalah unsur letak. Letak suatu desa umumnya selalu jauh
dari kota atau pusat kota. Desa-desa yang letaknya pada perbatasan kota mempunyai kemungkinan
yang lebih banyak daripada desa yang ada di pedalaman.
B.
Konsep Pembangunan, Pembangunan Sumberdaya
Manusia dan Manusia Pembangunan
Teori pembangunan
dalam ilmu sosial dapat dibagi ke dalam dua paradigma besar, modernisasi dan
ketergantungan (Lewwellen 1995, Larrin 1994, Kiely 1995 dalam Badruddin 2009).
Paradigma modernisasi mencakup teori-teori makro tentang pertumbuhan ekonomi
dan perubahan sosial dan teori-teori mikro tentang nilai-nilai individu yang
menunjang proses perubahan. Paradigma ketergantungan mencakup teori-teori
keterbelakangan (under-development)
ketergantungan (dependent development)
dan sistem dunia (world system theory)
sesuai dengan klassifikasi Larrain (1994). Sedangkan Tikson 2005 dalam
Badruddin 2009 membagi definisi pembangunan kedalam tiga klassifikasi teori
pembangunan, yaitu modernisasi, keterbelakangan dan ketergantungan. Sehingga berbagai
paradigma tersebut kemudian memunculkan berbagai definisi tentang pembangunan. Pembangunan
dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif
yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk memenuhi dan
mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004).
Pembangunan (development) adalah
proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi,
infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya
(Alexander 1994). Portes 1976 mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi
ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang
direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Pembangunan
sumberdaya manusia menjadi bagian penting dari pembangunan karena pembangunan
infrastruktur dan pengelolaan sumberdaya tidak dapat berjalan dengan baik
apabila sumberdaya manusia dalam suatu negara belum mampu mengubah pandangan
hidup dan kemampuannya ke arah yang lebih baik. Pembangunan sumberdaya manusia
dapat dilakukan melalui bebarap aspek yaitu peningkatan sarana pendidkan,
penyediaan pusat dan pelayanan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan
lain-lain. sedangkan manusia pembangunan dalam hal ini, yaitu seluruh
stakeholder dalam pembangunan tidak hanya masyarakat tetapi juga pemerintah,
LSM, penyuluh, dan mahasiswa yang berperan dalam pembangunan di segala aspek
kehidupan. Dalam lingkup desa, manusia pembangunan terdiri dari masyarakat
desa, kepala desa dan jajarannya, LSM, P3K (Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan
Kehutanan) maupun pedagang dan tengkulak yang menjadi pengumpul hasil-hasil
pertanian masyarakat desa.
C.
Fungsi dan Potensi Desa
Pertama, dalam hubungannya dengan kota maka desa
yang merupakan hiterland atau daerah
dukung berfungsi sebagai daerah pemberi bahan makanan pokok baik yang berasal dari nabati maupun
hewani. Kedua, desa ditinjau dari segi potensi ekonomi berfungsi sebagai
lumbung bahan mentah dan tenaga kerja yang produktif. Ketiga, dari segi
kegiatan kerja (occupation) desa
dapat merupakan desa agraris, manufaktur, industri, nelayan dan sebagainya.
Menurut Sutopo Yuwono salah satu peranan pokok desa terletak di bidang ekonomi.
Daerah perdesaan merupakan daerah produksi pangan dan komoditi ekspor. Peranan
yang vital menyangkut produksi pangan akan menentukan tingkat kerawanan dalam
rangka pembinaan ketahanan nasional. Oleh karena itu, peranan masyatakat
perdesaan dalam mencapai sasaran suasembada pangan adalah penting sekali bahkan
bersifat vital, dan nampaknya jika kita meninjau keputusan presiden pada pasal 6 akan terlihat betapa semakin
luas dan menyeluruhnya fungsi dari lembaga ketahanan masyarakat desa, antara
lain:
1. menanamkan pengertian dan kesadaran;
2. meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
masyarakat;
3. membina dan menggerakkan potensi pemuda untuk
pembangunan;
4. meningkatkan peranan wanita dalam mewujudkan
kualitas keluarga;
5. membina kerjasama antar lembaga yang ada dalam
masyarakat dalam pembangunan;
6. melaksanakan tugas-tugas lain dalam rangka
membantu pemerintah desa atau pemerintah
kelurahan untuk menciptakan ketahanan yang mantap.
Untuk menghadapi hal
tersebut, kita perlu meninjau potensi desa yang ada agar pengembangan desa
dapat serasi dengan kondisi desa. Desa mempunyai potensi fisis dan non fisis, potensi fisis
meliputi tanah, air, iklim, ternak dan manusia. Potensi non fisis meliputi
masyarakat desa yang hidup berdasarkan gotong royong dan dapat merupakan suatu
kekuatan berproduksi dan kekuatan membangun atas dasar kerjasama dan saling
pengertian, lembaga-lembaga sosial, aparatur dan pamong desa yang kreatif dan
disiplin.
D.
Hambatan
Manusia Desa Sebagai Manusia Pembagunan
Dalam rangka pemerataan
pembangunan ke seluruh wilayah tanah air Indonesia, GBHN menekankan perlunya
perhatian khusus diberikan pada pembangunan pedesaan serta peningkatan
kemampuan penduduk untuk memanfaatkan sumber-sumber kekayaan alam dalam
menanggulangi masalah-masalah yang mendesak. Dalam hubungan ini perlu secara
khusus pula diperbaiki dan diberikan perhatian kepada kelompok-kelompok
berpenghasilan rendah di perdesaan, seperti buruh tani, penggarap yang tidak
memiliki tanah, petani yang memiliki tanah yang sangat kecil, nelayan,
pengrajin dan juga para transmigran agar mereka dapat ikut serta dalam
pembangunan nasional.
Ilmu-ilmu sosial telah
sejak lama memberikan perhatiannya pada pembangunan perdesaan, dengan
mengemukakan berbagai pendekatan seperti community
development yang menekan pada aspek pembangunan sosial kultural dan manusianya,
dan rural development yang menekankan
pada aspek pembangunan ekonominya, sehingga pembangunan ditekankan pada
pembangunan ekonomi pedesaan.
Hambatan struktural
sebenarnya tidak bersumber dari sebab-sebab yang sifatnya ekonomis mikro,
seperti kekurangan modal, teknologi yang kurang memadai seperti irigasi, sarana
dan prasarana, serta input pelengkap seperti pupuk dan kredit, ketiadaan
insentif yang menarik seperti struktur harga yang baik, tapi juga oleh adanya
hambatan-hambatan yang bersumber dari dimensi struktural masyarakat perdesaan
seperti susunan kekuasaan, dan pola-pola kelembagaan tradisional yang
menyebabkan mereka terperangkap dalam kemiskinan. Jadi yang dimaksudkan dengan
hambatan struktural pembangunan perdesaan adalah struktur-struktur kelembagaan
dan tata nilai yang telah ada atau berkembang di perdesaan yang menyebabkan
pembangunan perdesaan menjadi lebih sulit pelaksanaannya.
Beberapa di antara
hambatan struktural dapat dikemukakan sebagai berikut:
(1) Transfer
of technology, ini menyangkut penentuan teknologi yang bagaimana yang cocok
untuk perdesaan, yaitu teknologi yang sesuai dengan keadaan dan tingkat
perkembangan masyarakat pemakai teknologi.
(2) Problem of
perception, dimana perencana pembangunan sering mengalami kesukaran dalam
menyelaraskan antara tujuan-tujuan nasional dan kebutuhan rakyat di perdesaan.
(3) Model
selection, yaitu kesukaran dalam memilih model pembangunan yang tepat.
(4) Lag,
yaitu keterlambatan memperoleh hasil dari usaha yang dilakukan. Program
pembangunan perdesaan lambat kelihatan hasilnya. Kebanyakan pemerintah di
negara-negara berkembang menghendaki hasil yang cepat dan tidak sabar dengan
pendekatan jangka panjang.
(5) Limited
Appropriate support, yaitu menyangkut persoalan-persoalan praktis seperti
kurang teknologi tepat guna, kurang pengelola yang terlatih, kelembagaan sosial
yang kurang lengkap dan kurangnya demand
yang efektif sehingga masih sukar mendorong produksi perdesaan.
(6) Institusional,
yaitu bahwa pola pelayanan yang dijalankan pemerintah tidak sesuai dengan
kondisi masyarakat perdesaan setempat. Aparat pemerintah sering memposisikan
lembaganya sebagai koordinator tunggal pembangunan di daerah perdesaan.
Akibatnya, penduduk tidak merasa bahwa yang diusahakan pemerintah adalah untuk
kepentingan masyarakat desa.
(7) Social
system, yaitu sistem sosial masyarakat perdesaan yang unsur-unsurnya tumbuh
dan berkembang di masyarakat. Di antara bentuk-bentuk sistem sosial ini ada
yang eksistensinya justru menghambat pembangunan. Misalnya sikap masyarakat desa
yang terlalu tergantung pada keputusan pimpinan mereka untuk menerima ataupun
menolak sesuatu dapat digolongkan menjadi hambatan struktural jenis ini.
(8) Social
Stratification, yaitu kondisi perdesaan dimana warganya terstratifikasi
atas golongan yang berbeda ekstrim, misalnya tuan tanah yang kaya dengan buruh
tani yang miskin. Adanya stratifikasi ini juga menghambat pembangunan karena acquiring system, yaitu kemampuan ikut
berpartisipasi masyarakat tidak sama, sehingga sering golongan miskin yang ditargetkan
justru tidak dapat berpartisipasi.
E.
Faktor Penghambat Pelaksanaan
Kebijakan dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat
Mengenai
kemampuan pemerintah desa dalam pelaksanaan kebijakan maupun dari kemampuan
pemerintah desa dalam menggerakkan partisipasi dari masyarakat, maka dapatlah
dipahami bagaimana luas dan kompleksnya permaalahan yang dihadapi oleh
pemerintah desa dalam pelaksanaan kebijakan untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam menyelenggarakan pembangunan dan kemasyarakatan. Harus diakui
juga bahwa pemerintah desa tidak akan sempurna apabila ia tidak memperhatikan
kekurangan ataupun kendala-kendala ataupun kebiasaan yang dihadapi langsung
oleh masyarakat untuk dapat berpartisipasi aktif dalam setiap gerak pembangunan
yang dilaksanakan. Kendala-kendala ataupun kebiasaan-kebiasaan yang dihadapi
oleh masyarakat diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Tingkat kesadaran masyarakat
Tingkat
kesadaran dari seluruh komponen masyarakat umtuk berpartisipasi aktif dalam
setiap gerak pembangunan memang dapat dikatakan relatif karena setiap
perencanaan yang ada untuk melaksanakan pembangunan, maka masyarakat dengan
tidak sendirinya berpartisipasi aktif tetapi selalu melalui paksaan ataupun
panggilan langsung dari aparatur pemerintah desa.
2. Tingkat
pendidikan masyarakat
Pendidikan
merupakan faktor penting untuk dimiliki oleh seluruh komponen warga negara
karena dengan pendidikan waga negara akan mampu merubah sikap dan perilaku
bahkan hidup mereka yang lebih baik. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu di
Desa Atualuo Kabupaten Nias, mengenai tingkat pendidikan menunjukkan bahwa
sebagian dari masyarakatnya mempunyai tingkat pendidikan yang cukup karena
kebanyakan dari mereka adalah lulusan SMP. Untuk itu bagaimana seorang
pemerintah untuk dapat menggali potensi-potensi pendidikan yang dimiliki oleh
masyarakat tersebut.
3. Sikap
mental masyarakat
Faktor tradisi masyarakat yang ada di tengah-tengah
masyarakat memang selalu ada seperti berpesta, hidup boros, dalam melakukan sesuatu
yang kurang bermanfaat maupun dalam menghargai waktu yang terus berjalan dan
terus berlalu. Namun, hal tersebut tidak menutup kemungkinan kepada masyarakat
setempat untuk berbuat atau melakukan suatu karya atau apapun yang menurut
mereka berguna bagi diri mereka sendiri maupun untuk keluarga bahkan untuk
lingkungan mereka. Memang kebiasaan-kebiasaan seperti itu sangat sulit untuk
kita rubah karena sudah tertanam dalam jiwa mereka, tinggal bagaimana
pemerintah desa dapat memperhatikan hal-hal tersebut di atas, dan apabila
terdapat hal-hal yang positif atau faktor tradisi-tradisi positif masyarakat
seperti kemauan masyarakat untuk dapat berpartisipasi aktif, maka pemerintah
desa dapat memanfaatkan potensi tersebut untuk menunjang keberhasilan
kepemimpinannya serta dapat menggerakkan partisipasi masyarakat dalam setiap
pelaksanaan pembangunan.
4. Faktor
ekonomi
Pada umumnya masyarakat Desa Koreng
memiliki mata pencaharian sebagai petani, dengan bertani mereka merasa
kebutuhan masih belum mencukupi dan ada juga yang beberapa mengharuskan mereka
agar bekerja di luar desa. Seperti warga yang tidak sempat berpartisipasi
karena masih banyak warga yang kalau mereka tidak bekerja dalam beberapa hari,
maka mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan sandang pangan mereka. Dan karena
yang lain belum mempunyai wilayah garapannya sendiri mengharuskan mereka untuk
keluar daerah untuk menggarap ladang orang lain.
F.
Dorongan
untuk Mewujudkan Manusia Desa Sebagai Manusia Pembangunan
Dorongan
untuk mewujudkan manusia desa sebagai manusia pembangunan, beberapa langkah
yang perlu dilakukan:
v Mengembangkan
dan meningkatkan kegiatan usaha masyarakat secara terpadu di bidang pertanian
dalam arti luas, serta bidang-bidang lainnya seperti industri kecil dan
kerajinan rakyat.
v Melaksanakan
pelaksanaan usaha keluarga berencana
v Penelitian
terhadap potensi masing-masing wilayah untuk melakukan penyususnan program yang
terpadu sesuai dengan wilayah yang bersangkutan.
v Peningkatan
keterampilan penduduk, khususnya pemuda untuk mengembangkan kewiraswastaan di
desa sebagai kader pembangunan.
v Meningkatkan
potensi/kemampuan, serta kualitas sumber daya masyarakat perdesaan melalui
program-program penyuluhan.
v Menumbuhkan
kegiatan usaha ekonomi masyarakat dalam rangka pengembangan desa seperti
Koperasi Unit Desa (KUD) atau Badan Usaha Unit Desa (BUUD) lainnya termasuk
Lembaga Simpan Pinjam Berbasis Masyarakat (LSP-BM), Tabungan Haji dll.
v Meningkatkan
usaha penerangan (penyuluhan) kedaerah pedesaan melalui bermacam-macam media
untuk mengembangkan motivasi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam
pembangunan.
v Meningkatkan
dan memelihara sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang
peningkatkan produksi dan pemasarannya.
v Membina
pengembangan permodalan.
v Memperluas
dan memperbaiki fasilitas layanan kesehatan dan pendidikan.
v Membina
wadah partisipasi dan penyalur pendapat masyarakat.
v Melakukan
program-program padat karya dan menyerap tenaga kerja.
v Melaksanakan
usaha yang mengarah pada perbaikan dan pelestarian lingkungan.
v Melaksanakan
pemukiman kembali (Resettlement)
v Meningkatkan
bantuan pembangunan desa.
Pembangunan pedesaan
sebagai bagian integral dari pembangunan nasional merupakan basis dasar bagi
pembangunan seluruh wilayah negara kesatuam Republik Indonesia. Keberhasilan
pembangunan pedesaan akan menghasilkan pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya, hal ini sangat mendorong terciptanya keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Pembangunan pedesaan
yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat merupakan
sesuatu hal yang penting yang perlu dilakukan dan didukung oleh semua lapisan
masyarakat dan pemerintah. Karena begitu pentingnya pelaksanaan pembangunan
pedesaan maka kiranya perlu suatu perencanaan yang terpadu dengan asumsi bahwa
pembangunan dilakukan dari, oleh dan untuk rakyat.
v Peran
pemerintah desa dalam meningkatkan partisipasi masyarakat
Efektifnya
masyarakat dalam suatu program atau suatu kebijakan seperti halnya kebijakan
tentang pelaksanaan dalam upaya meningkatkan pembangunan desa tidak terlepas
dan dukungan atau partisipasi dari masyarakat untuk menaati atau melaksanakan
peraturan yang ada. Peraturan dalam hal ini pada dasarnya bertujuan bagi 2
aspek yakni bagi pemerintah desa dan bagi masyarakat itu sendiri. Pembangunan
desa hendaknya mempunyai sasaran yang tepat sehingga sumber daya yang terbatas
dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien.
Dari
uraian di atas, dapat kita ketahui karena begitu pentingnya keterlibatan
masyarakat dalam proses pembangunan sehingga masyarakat terlebih dahulu
diberikan dasar yang kokoh agar tingkat partisipasi yang diberikan masyarakat
bisa maksimal. Menempatkan masyarakat sebagai subjek pembangunan memberikan
arti bahwa masyarakat diposisikan sebagai salah satu pilar penting dan
strategis disamping pemerintah dan swasta. Posisi ini juga sekaligus menunjukan
bahwa masyarakat bukan hanya sebagai pelaksana pembangunan, tetapi disamping
itu masyarakat juga berperan sebagai perencana dan pengontrol berbagai program
pembangunan baik program yang dating dari pemerintah maupun program yang lahir
dan dikembangkan oleh masyarakat itu sendiri.
Bentuk-bentuk
partisipasi yang diberikan oleh masyarakat di Desa Atualuo;
1.
Partisipasi
pikiran
Mengajak masyarakat untuk terus terlibat dalam
program-program pembangunan di Desa bukanlah hal mudah. Hal ini karena
masyarakat selalu beranggapan bahwa program-program pembangunan di Desa adalah
pekerjaan pemerintah yang pada dasarnya mempunyai anggaran yang cukup untuk
melaksanakan program-program pembangunan tersebut. Oleh karena itu setiap orang
yang terlibat dalam pelaksanaan pembangunan haruslah diberi upah. Masyarakat
Desa Atualuo utamanya para tokohnya senantiasa memikirkan tentang kebutuhan
bersama warga desa mereka yang selanjutnya disampaikan kepada pimpinan mereka,
yaitu kepala desa untuk diperjuangkan pada tingkat kecamatan maupun kabupaten.
Keinginan yang disampaikan oleh tokoh-tokoh masyarakat tersebut tentu bukan
juga merupakan pemikiran dan keinginan mereka sendiri akan tetapi juga
merupakan keinginan warga masyarakat. Selain partisipasi dalam bentuk pemikiran
yang disampaikan sebagai masukan, sebagian masyarakat sebagiam juga memberikan
masukan pikiranpikiran teknis dalam rangka pelaksanaan pembangunan.
2. Partisipasi tenaga
Tenaga merupakan salah satu bentuk partisipasi dari
masyarakat desa yang sangat potensial diarahkan dalam proses pembangunan desa,
khususnya dalam pengerjaan proyek-proyek fisik. Sejarah telah mencatat bahwa
masyarakat Indonesia, terutama mereka yang tinggal dipedesaan dapat
menyelesaikan berbagai pekerjaan atas dasar gotong royong dan swadaya. Dengan
dana yang terbatas, mereka mampu menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan fisik yang
mahal, misalnya penambahan volume bak penampungan air desa, balai desa, bahkan
sekolah dan lain sebagainya. Kenyataan seperti ini menunjukan bahwa mengarahkan
masyarakat desa untuk berpartisipasi dalam pembangunan desanya tidak
semata-mata tergantung pada aspek anggaran. Kepemimpinan juga merupakan faktor
yang ikut menentukan tingkat partisipasi masyarakat desa. Artinya, kepala desa
beserta aparat desanya harus mampu menjalankan roda pemerintahan desanya secara
jujur, transparan, akuntabel dan religious. Dengan demikian masyarakat yang
dipimpin akan cenderung mengikuti arahan dari pemerintah desa guna
menyumbangkan tenaga mereka dalam pelaksanaan pembangunan di Desanya. Oleh
karena itu walaupun tersedia anggaran untuk pembangunan, namun mereka tidak berharap
untuk dibayar. Dilain pihak, sebagaimana yang dikemukakan oleh salah satu tokoh
masyarakat bahwa pada dasarnya semua masyarakat Desa Atualuo ingin
berpartisipasi dalam pelaksanaan program-program pembangunan terutama dalam
bentuk partisipasi tenaga.
3. Partisipasi barang atau uang
Tingkat
partisipasi masyarakat di Desa Atualuo Kecamatan Ma’u Kabupaten Nias sangatlah
baik, sebagaimana salah satu dari pentingnya partispasi dalam kegiatan yang
dikemukakan oleh Dr. Lastaire White dalam Sastropoetro, yakni dengan
partisipasi dari masyarakat, maka hasil kerja yang dicapai akan lebih banyak
dibandingkan dengan pengerjaannya tanpa melibatkan masyarakat.
BAB III
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan adalah
desa memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan karena menjadi
penghasil pangan dan sandang, bahan mentah dan penyuplai tenaga kerja. Akan
tetapi, lambatnya manusi desa dalam pembangunan disebabkan oleh hambatan
structural yang di antaranya kesulitan dalam transfer teknologi, masalah
perbedaan persepsi antara tujuan nasional dengan kebutuhan desa, kesukaran
memilih model pembangunan yang tepat, keterlambatan memperoleh hasil usaha,
keterbatasan dukungan yang sesuai baik teknologi, pelatihan dan permintaan
produk pertanian atau perdesaan, masalah institusi, sistem sosial dan
stratifikasi sosial.
Dorongan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan peran
manusia sebagai manusia pembangunan di antaranya mengembangkan dan meningkatkan
kegiatan usaha secara terpadu, penyusunan program terpadu sesuai potensi desa,
meningkatkan keterampilan penduduk, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
melalui kegiatan penyuluhan, mendirikan lembaga ekonomi desa (misalnya KUD dan
BUUD) dan kegiatan lainnya yang mampu meningkatkan partisipasi manusia desa
dalam pembangunan sehingga pada akhirnya pembangunan desa dan pembangunan
masyarakat desa dapat terwujud.
DAFTAR PUSTAKA
Asrori, Satrio Hudi, n.d. Pengertian
Desa, Tipologi, Karakteristik Desa, https://www.academia.edu/9059597/PENGERTIAN_DESA_TIPOLOGI_KARAKTERISTIK_DESA
diakses 7 Oktober 2016.
Badruddin, Syamsiah, 2009. Teori dan Indikator Pembangunan,
https://profsyamsiah.wordpress.com/2009/03/19/pengertian-pembangunan/ diakses 7
Oktober 2016.
Ndraha Taliziduhu, 1987. Partisipasi
Masyarakat dalam pembangunan. Yayasan Karya Dharma. Jakarta.
Sugiyono, 2003. Statistika untuk
penelitian. Alfabeta. Bandung. Bryant and White, 1982. Pembangunan
Masyarakat. LIBERTY. Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar