TUGAS
DASAR-DASAR
PERLINDUNGAN TANAMAN
PENGENDALIAN
GULMA SECARA KULTUR TEKNIS
ERNA
D1A113008
AGRIBISNIS
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
HALU OLEO
KENDARI
2015
BAB.
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap usaha
budidaya tanaman selalu mengharapkan produktivitas semaksimal mungkin akan
tetapi banyak kendala yang harus dihadapi oleh para petani dalam kegiatan
budidaya tanaman. Salah satu kendala yaitu kehadiran organisme pengganggu
tanaman. Di dalam UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman Sehat
mendefinisikan organisme pengganggu tanaman sebagai semua organisme yang dapat
merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan. Organisme
pengganggu tanaman terdiri dari 3 golongan yaitu hama, pathogen atau parasite
dan gulma. Selama ini pengendalian OPT hanya difokuskan pada pengendalian hama
dan pathogen yang dapat mengakibatkan kerusakan parah secara langsung pada
tanaman budidaya. Padahal gulma juga dapat menyebabkan penurunan produktivitas
tanaman budidaya secara tidak langsung apabila tidak dikendalikan dengan baik.
Hal tersebut disebabkan karena gulma dapat menjadi tanaman pesaing bagi tanaman
budidaya dalam memperoleh unsur hara, air, udara, dan sinar matahari sehingga
proses fotosintesis tanaman terganggu.
Berdasarkan
fakta di lapangan gulma dapat menurunkan hasil padi sawah sebesar 20-40%
apabila tidak disiangi (Madkar,1986). Hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa
gulma dapat menyebabkan kerugian hingga 35-37% padi system tanam benih langsung
(Oerke dan Dehne, 2004). Selanjutnya besarnya
penurunan hasil pertanian karena adanya gulma berbanding lurus dengan kerapatan
gulma per satuan luas tertentu, seperti Echinocloa
crusgalli yang dapat menurunkan hasil tanaman padi sebesar 57% per meter
persegi (Rahman, 1995).
Berdasarkan
fakta di atas maka diketahui bahwa kehadiran gulma dalam areal pertanaman dapat
menyebabkan penurunan produktivitas tanaman budidaya yang sangat besar sehingga
menyebabkan kerugian ekonomi. Untuk itu, perlu dilakukan kegiatan pengendalian
gulma. Metode pengendalian gulma terdiri atas (1) pengendalian gulma secara
preventif, (2) pengendalian gulma secara mekanik, (3) pengendalian gulma secara
kultur teknis, (4) pengendalian gulma secara fisik, (5) pengendalian gulma
secara biologi, dan (6) pengendalian gulma secara kimia, serta (7) pengendalian
gulma secara terpadu.
Pengendalian
secara kultur teknis merupakan cara yang efektif dan efisien untuk diterapkan
di Negara sedang berkembang seperti Indonesia yang belum menggunakan herbisida
secara meluas karena harga herbisida yang relative mahal. Untuk itu, dalam
penulisan makalah ini saya mengangkat judul “Metode
Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknik Sebagai Upaya Meningkatkan
Produktivitas Tanaman Budidaya”. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
mahasiswa pertanian dan para petani yang melakukan usaha budidaya tanaman serta
masyarakat luas.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan
masalah dalam makalah ini sebagai berikut :
1) Apa
yang dimaksud dengan gulma ?
2) Bagaimana
klasifikasi pembagian gulma ?
3) Apa
yang dimaksud dengan pengendalian gulma ?
4) Bagaimana
pelaksanaan pengendalian gulma secara kultur teknis ?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan
rumusan masalah di atas maka tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu sebagai
berikut:
1) Untuk
mengetahui pengertian dari gulma.
2) Untuk
mengetahui klasifikasi pembagian gulma.
3) Untuk
mengetahui pengertian dari pengendalian gulma.
4) Untuk
mengetahui metode atau tindakan yang termaksud dalam pengendalian gulma secara
kultur teknis dan bagaimana cara pelaksanaannya.
Sedangkan
manfaat yang diharapkan oleh penulis dengan adanya makalah ini yaitu dapat
menjadi salah satu sumber informasi kepada mahasiswa pertanian, pelaku utama
dan pelaku usaha dalam bidang pertanian maupun masyarakat luas tentang kerugian
yang ditimbulkan oleh gulma dan bagaimana tindakan pengendalian gulma tersebut
secara kultur teknis.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gulma
Menurut Klingman (1975),
gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang tumbuh di tempat yang tidak
dikehendaki. Gulma juga didefinisikan
sebagai tumbuhan yang kehadirannya pada lahan pertanian dapat menurunkan hasil
yang bisa dicapai oleh tanaman produksi. Sedangkan Tjitrosoedirdjo (1984)
menyatakan bahwa gulma adalah tumbuhan yang tumbuh di tempat yang tidak
dikehendaki oleh manusia atau tumbuhan yang kegunaannya belum diketahui. Kerugian akibat gulma terhadap tanaman budidaya beragam
bergantung dari jenis tanaman yang diusahakan, iklim, jenis gulma, teknik
budidaya yang diterapkan serta faktor lainnya.
Menurut Rijn
(2000), gulma menurangi hasil tanaman dalam persaingan menghasilkan cahaya,
oksigen, dan CO2, serta makanan. Penurunan hasil tanaman tersebut
diakibatkan karena gulma dapat menurunkan aktivitas pertumbuhan antara lain
kerdilnya pertumbuhan tanaman, terjadi klorosis, kekurangan hara, serta
terjadinya pengurangan jumlah dan ukuran organ tanaman. Sebagai contoh gejala
kekurangan unsur hara pada tanaman padi dapat mengakibatkan kegagalan total
tanaman bibit, tanaman sangat kerdil, gejala-gejala pada daun yang khas, dan
kelainan-kelainan yang timbul pada jaringan tanaman. Menurut Pahan (2008) bahwa
kehadiran gulma di perkebunan kelapa sawit dapat menurunkan produksi akibat bersaing
dalam pengambilan air, hara, sinar matahari, dan ruang hidup. Gulma juga dapat
menurunkan mutu produksi akibat terkontaminasi oleh bagian gulma, mengganggu
pertumbuhan tanaman, menjadi inang bagi hama, mengganggu tata guna air, dan
meningkatkan biaya pemeliharaan.
a)
Ciri-ciri tumbuhan gulma
Beberapa ciri khas dari tumbuhan gulma di antaranya sebagai berikut :
1. Pertumbuhannya
cepat.
2. Mempunyai
daya saing yang kuat dalam perebutan faktor-faktor kebutuhan hidup.
3. Mempunyai
toleransi yang besar terhadap suasana lingkungan yang ekstrim.
4. Mempunyai
daya berkembang-biak yang besar baik secara generatif, vegetatif atau
kedua-duanya. Melakukan perkembangbiakkan secara vegetative dan generative
secara bersama-sama.
5. Alat
perkembang-biakannya mudah tersebar melalui angin, air maupun binatang.
6. Biji
mempunyai sifat dormansi yang memungkinkannya untuk bertahan hidup dalam
kondisi yang tidak menguntungkan.
b)
Kerugian-kerugian
yang ditimbulkan oleh gulma
1. Gulma
dapat menciptakan persaingan atau kompetisi bagi tanaman budidaya dalam
memperoleh unsur hara, sehingga mengurangi kandungan unsur hara. Selain itu, jika
ukuran gulma yang lebih besar melebihi ukuran tanaman budidaya dapat
menyebabkan tanaman budidaya ternaungi sehingga kurang memperoleh cahaya
matahari dan udara.
2. Persaingan
dalam pengambilan air atau mengganggu tata drainase.
3. Menyulitkan
pengawasan di lapangan
4. Membelit
tanaman sehingga menurunkan estetika kebun.
5. Gulma
juga dapat menjadi inang alternative bagi hama.
2.2
Klasifikasi Pembagian Gulma
Di Indonesia terdapat 140 jenis gulma berdaun lebar, 36 jenis gulma
rumputan, dan 51 jenis gulma teki (Laumonieret al. 1986). Klasifikasi gulma
didasarkan pada kesamaan aspek-aspek biologi yang terkait dengan adaptasi
lingkungan, kemampuan bersaing terhadap tanaman pokok, atau responnya terhadap
tindakan pengendalian. Berikut klasifikasi pembagian gulma :
a)
Berdasarkan sifat morfologi dan respon terhadap herbisida
:
1. Grasses (Kelompok rumput), yaitu
jenis gulma dari suku Poaceae yang biasanya memiliki ciri-ciri berdaun pita.
Contoh : Famili Gramineae, Imperata
cyllindrica (Alang-alang), Paspalum
konjugatum (Pahitan), Cynodon dactylon (Grinting).
2. Sedges (Kelompok teki),
yaitu jenis-jenis gulma dari Famili Cyperaceae. Contoh : Cyperus rotundus
(Teki).
3. Broadleaf Weeds (Kelompok gulma
berdaun lebar), yaitu kelompok gulma selain dari famili Poaceae dan Cyperaceae.
Umumnya dicirikan berupa tumbuhan berkeping dua dan tidak berdaun pita. Contoh
: Ageratum conyzoides (Wedusan).
4. Fern (Pakisan), yaitu kelompok
gulma yang berasal dari keluarga pakisan/paku-paku.
b) Berdasarkan daur hidup gulma :
1. Annual Weeds (Gulma semusim), memiliki ciri-ciri : umur
kurang dari 1 tahun, organ perbanyakan berupa biji, umumnya mati setelah biji
masak, produksi biji melimpah untuk regenerasi. Contoh : Eluesine indica,
Cyperus iria, dsb.
2. Biennial Weeds (Gulma dwi musim), memiliki ciri-ciri :
umur 1 – 2 tahun, tahun pertama membentuk organ vegetatif dan tahun kedua
menghasilkan biji. Contoh : Typhonium trilobatum, Cyperus difformis.
3. Perennial Weeds (Gulma tahunan), memiliki ciri-ciri :
umur lebih dari 2 tahun, perbanyakan vegetatif dan atau generatif, organ
vegetatif bersifat dominasi apikal sehingga cenderung tumbuh pada ujung, bila
organ vegetatif terpotong-potong semua tunasnya mampu tumbuh. Contoh : Imperata
cyllindrica (Alang-alang), Chromolaena odorata, Cyperus rotundus.
c) Berdasarkan habitat gulma:
1. Terrestrial Weeds (Gulma darat)
2. Aquatic Weeds (Gulma air)
3. Areal Weeds (Gulma menumpang pada tanaman)
4. Berdasarkan tipe cara tumbuhnya :
5. Erect / tumbuh tegak
6. Creeping / tumbuh menjalar
7. Climbing / tumbuh memanjat
d)
Berdasarkan struktur batang gulma :
1. Herba / tidak berkayu
2. Vines / sedikit berkayu
3. Woody Weeds / berkayu
2.3
Pengertian Pengendalian Gulma
Pengendalian
gulma (weed control) dapat didefinisikan sebagai proses membatasi infestasi
gulma sedemikian rupa sehingga tanaman dapat dibudidayakan secara produktif dan
efisien. Pengendalian gulma berbeda dengan pemberantasan gulma karena dalam
pengendalian gulma keberadaan gulma di areal pertanaman tidak diberantas atau
dihabiskan seluruhnya, melainkan hanya menekan pertumbuhan dan atau mengurangi
populasi gulma sampai pada tingkat dimana penurunan produksi yang terjadi tidak
berarti atau keuntungan yang diperoleh dari penekanan gulma sedapat mungkin
seimbang dengan usaha ataupun biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain,
pengendalian gulma bertujuan hanya menekan populasi gulma sampai tingkat
populsi yang tidak merugikan secara ekonomis atau tidak melampaui ambang batas
ekonomi (economic threshold) sehingga
sama sekali tidak bertujuan menekan populasi gulma sampai nol.
Berbeda
dengan prinsip pengendalian gulma, pemberantasan gulma dilakukan dengan
memusnahkan seluruh gulma yang ada dalam areal pertanaman baik yang sedang
tumbuh maupun alat-alat reproduksinya. Atau dengan kata lain populasi gulma
ditekan sampai nol. Hal tersebut dapat menjadi masalah jika pemberantasan gulma
dilakukan pada areal pertanian yang miring karena dapat menimbulkan erosi serta
biaya yang dikeluarkan akan lebih besar.
Pengendalian
gulma pada prinsipnya merupakan usaha meningkatkan daya saing tanaman budidaya
dan melemahkan daya saing gulma. Keunggulan tanaman budidaya harus menjadi
lebih tinggi sehingga gulma tidak mampu mengembangkan pertumbuhannya secara
berdampingan atau pada waktu bersamaan dengan tanaman budidaya. Dalam pelaksanaan
pengendalian gulma terdapat beberapa metode di antaranya pengendalian gulma
secara preventif, pengendalian gulma secara mekanik, pengendalian gulma secara
kultur teknis, pengendalian gulma secara fisik, pengendalian gulma secara
biologi, dan pengendalian gulma secara kimia, serta pengendalian gulma secara terpadu. Namun
dalam penulisan makalah ini hanya dijelaskan metode pengendalian gulma secara
kultur teknis.
2.4
Metode Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis
Metode
pengendalian gulma secara kultur teknis merupakan tindakan atau cara
pengendalian gulma dengan memerhatikan segi ekologis atau keadaan lingkungan
tanaman budidaya dengan gulma. Tujuan dari metode ini yaitu menciptakan
lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman sehingga tanaman dapat
bersaing dengan gulma, selain itu tindakan yang diterapkan tersebut dapat
mengurangi atau menekan pertumbuhan gulma sampai taraf rendah sehingga tidak
menjadi tumbuhan pesaing bagi tanaman budidaya, dan produktivitas tanaman
budidaya tetap maksimal.
Metode
pengendalian kultur teknis merupakan cara pengendalian gulma dengan menggunakan
praktek-praktek budidaya, antara lain :
Ø Penanaman
jenis tanaman yang cocok dengan kondisi tanah.
Ø Penanaman
rapat agar tajuk tanaman segera menutup ruang kosong.
Ø Pemupukan
yang tepat untuk mempercepat pertumbuhan tanaman sehingga mempertinggi daya
saing tanaman terhadap gulma.
Ø Pengaturaan
waktu tanam dengan membiarkan gulma tumbuh terlebih dahulu kemudian
dikendalikan dengan praktek budidaya tertentu.
Ø Penggunaan
tanaman pesaing (competitive crops) yang tumbuh cepat dan berkanopi lebar
sehingga memberi naungan dengan cepat pada daerah di bawahnya.
Ø Modifikasi
lingkungan yang melibatkan pertumbuhan tanaman menjadi baik dan pertumbuhan
gulma tertekan.
Beberapa
tindakan dalam metode pengendalian gulma secara kultur teknis, sebagai berikut
:
a)
Pengolahan
tanah (Land preparation)
Pengolahan
tanah merupakan salah satu cara pengendalian gulma secara kultur teknis.
Pengolahan tanah yang tepat akan menyediakan media tumbuh yang baik bagi
tanaman dan mematikan gulma yang sudah tumbuh serta menumbuhkan biji-biji gulma
yang dorman. Selain itu, pengolahan tanah dapat mencegah perkembangan
resistensi populasi gulma terhadap herbisida, mengurangi ketergantungan
terhadap herbisida, dan menunda atau mencegah peningkatan spesies gulma tahunan
yang sering menyertai dan timbul bersamaan dengan pengolahan konservasi
(Staniforth dan Wiese, 1985). Pada saat penggunaan herbisida diminimalkan atau
dikurangi, pengolahan tanah setelah tanam diperlukan untuk mengendalikan gulma
(Buchholtz dan Doersch, 1968).
Di
dalam tanah terdapat simpanan biji-biji gulma atau yang biasa disebut seed bank yang berada dalam kondisi
dorman (dormansi sekunder). Seed bank tersebut tidak dapat berkecambah karena
kondisi lingkungan tanah yang tidak mendukung perkecambahan. Factor-faktor yang
menyebabkan dormansi sekunder pada biji-biji gulma yaitu keadaan lingkungan
seperti suhu, kondisi penyimpanan, level air tanah dan fotoperiod yang tidak
sesuai untuk gulma. Dengan melakukan pengolahan tanah menyebabkan seed bank di
dalam tanah muncul ke permukaan tanah dan berkecambah. Setelah gulma
berkecambah dan tumbuh di permukaan lahan bisa dikendalikan dengan metode
pengendalian lainnya seperti menerapkan metode pengendalian mekanis dengan
membabat/memangkas gulma dan mencabut gulma sehingga gulma tidak dapat
berkembangbiak. Dengan melakukan tindakan pengolahan tanah secara berulang maka
seed bank di dalam tanah semakin berkurang dan pada akhirnya berada di bawah
batas ekonomi pengendalian.
Pengolahan tanah
menyebabkan gulma-gulma yang hidup lebih dari satu tahun atau dua tahun
terpotong-potong dan terbenam di dalam tanah. Ukuran propagul menjadi
kecil-kecil dan tidak cukup untuk perkembangbiakan akibat cadangan karbohidrat gulma
semakin menipis bahkan habis akibat terpotong-potong oleh aktivitas pengolahan
tanah. Tunas-tunas baru yang muncul dari sistem perakaran atau rhizoma gulma
juga terkendalikan dengan pengolahan tanah.
b)
Pengaturan
pola dan jarak tanam (Crop Density)
Pengaturan
jarak tanam ditujukan untuk memposisikan tanaman dalam keadaan berkompetisi
minimal antar sesamanya sehingga dapat memanfaatkan unsur hara dan cahaya
sebaik-baiknya dan tanaman mampu bersaing dengan gulma. Jarak tanam akan
mempengaruhi intensitas sinar matahari untuk mencapai bagianyang mempengaruhi fotosintesis pada tanaman,
termasuk gulma. Jarak tanam yang terlalu lebar dapat memberikan keleluasaan
bagi gulma untuk tumbuh dan berkembang pada barisan tanaman, sedangkan jarak
tanaman yang terlalu rapat akan mampu menekan gulma, tetapi akan mempengaruhi
produksi untuk tanaman tertentu karena dapat mengakibatkan kompetisi
intraspesifik.
Dengan
menerapkan pola tanam tumpangsari maka lahan pertanian akan terisi oleh tanaman
budidaya dan tidak ada ruang kosong untuk gulma tumbuh, selain itu dengan
menerapkan pola tanam tumpangsari maka jumlah tanaman yang dipanen akan lebih
banyak dan bervariasi dibandingkan pola tanam monokultur.
Pengaturan jarak tanam
c)
Pergiliran
tanaman (Crop Rotation)
Gulma
spesies tertentu secara ekologis dapat tumbuh dengan baik pada daerah budidaya
dengan jenis tanaman tertentu dan mendominasi daerah pertanaman budidaya.
Pergiliran tanaman secara ekologis dapat mencegah adanya dominasi spesies gulma
atau kelompok gulma tertentu pada daerah pertanaman budidaya. Pola tanam
berpengaruh terhadap komposisi gulma. Pada pola monokultur dalam waktu yang
lama menunjukkan komposisi gulma yang lebih rendah dibandingkan dengan pola
tanam rotasi. Perubahan pola tanam dari monokultur jagung, tumpangsari jagung-
kakao hingga menjadi monokultur kakao menyebabkan jumlah jenis gulma berkurang
dan komunitas gulma cenderung didominasi oleh Paspalum conjugatum. Perubahan
pola tanam juga merubah komposisi jenis gulma dominan, dari jenis gulma berdaun
lebar digantikan oleh gulma golongan rumput.
d)
Penyiangan
(weeding)
Penyiangan
gulma merupakan tindakan pengelolaan gulma yang bertujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan adanya kompetisi antara gulma dengan tanaman budidaya. Penyiangan
gulma didasarkan pada fase pertumbuhan gulma. Penyiangan yang tepat baiknya
dilakukan pada saat pertumbuhan aktif dari gulma. Penyiangan yang dilakukan
sebelum gulma memasuki fase generatif dapat mencegah perkembangan dan
penyebaran gulma melalui biji dan juga mencegah penambahan biji gulma di dalam
tanah (seed bank). Menunda melakukan penyiangan sampai gulma berbunga dapat
menyebabkan gagal membongkar akar gulma secara maksimum dan gagal mencegah
tumbuhnya biji-biji gulma yang viabel sehingga memberi kesempatan untuk
perkembangbiakan dan penyebarannya. Sedangkan penyiangan yang dilakukan setelah
gulma dewasa akan membongkar akar tanaman dan menimbulkan kerusakan fisik. Dan
penyiangan yang sangat intensif menyebabkan akar-akar tanaman budidaya bisa
rusak.
Gulma
tidak harus selalu dikendalikan sepanjang periode pertumbuhan tanaman budidaya
karena tergantung pada fase pertumbuhan tanaman budidaya. Kerugian yang
disebabkan gulma memiliki hubungan antara
waktu kemunculan gulma dan tekanan yang diberikan pada tanaman.
Kehilangan hasil biasanya lebih tinggi ketika gulma muncul pada awal
pertumbuhan tanaman (Aldrich, 1987). Periode dimana gulma harus sangat
dikendalikan yaitu pada periode kritis karena pada periode ini kehadiran gulma menurunkan produktivitas
tanaman budidaya sebesar 5 % karena terjadi kompetisi yang sangat besar untuk
memperoleh unsur hara, cahaya, air dan udara. Periode kritis tanaman
berbeda-beda tergantung pada jenis tanaman, jenis gulma yang hadir di areal
pertanaman, ukuran benih tanaman, saat tanam, jarak tanam, dan kesuburan tanah,
cuaca dan kondisi pertanaman.
e)
Penggunaan
tanaman penutup tanah (Legum Cover
Crop-LCC)
Tanaman
penutup tanah yang biasa digunakan adalah jenis tanaman kacang-kacangan
(leguminosae) karena pertumbuhan tajuk cepat sehingga cepat menutup permukaan
dan dapat digunakan sebagai pupuk hijau sehingga menyuburkan tanah dan mencegah
terjadinya erosi.
Sifat
penting yang diperlukan bagi tanaman penutup tanah adalah harus dapat tumbuh
dan berkembang cepat sehingga mampu menekan pertumbuhan gulma. Jenis-jenis
leguminosae yang biasa digunakan sebagai tanaman penutup tanah adalah
Calopogonium muconoides (CM), Calopogonium caerelum (CC), Centrosoma pubescens
(CP) dan Pueraria javanica (PJ).
Selain
pertumbuhan leguminosae yang cepat, sifat lainnya yang penting untuk tanaman
penutup tanah adalah tidak menyaingi tanaman pokok. Apabila pertumbuhannya
terlalu rapat maka harus dilakukan pengendalian dengan cara pembabatan atau
dibongkar untuk diganti dengan penutup tanah yang lainnya.
f)
Penggenangan
Pengendalian
gulma dengan cara penggenangan biasa dilakukan di areal persawahan untuk
menekan pertumbuhan gulma. Pada beberapa jenis gulma yang sensitive tidak tahan
terhadap kondisi anaerob akibat penggenangan sehingga dapat membatasi
perkecambahan dan pertumbuhan gulma dan bahkan menyebabkan gulma mati.
Penggenangan menyebabkan kerusakan gulma melalui hambatan proses respirasi di
daerah perakaran akibat berkurangnya oksigen di daerah perakaran. Namun
beberapa jenis gulma memiliki toleransi terhadap penggenangan, sehingga tetap
mampu tumbuh dengan baik pada kondisi tergenang.
g)
Penggunaan
mulsa (Mulching)
Ada
dua jenis mulsa yang dapat digunakan untuk menutup permukaan tanah, yaitu mulsa
alami yang berasal dari bahan limbah/sisa proses tanaman/tumbuhan seperti jerami,
serbuk gergaji, limbah hasil pertanian, dan mulsa buatan yang berasal dari
bahan buatan seperti hasil industri, plastik, yang digunakan untuk menutupi
permukaan tanah. Pemberian mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma serta
memberikan berbagai efek positif bagi tanaman.
Beberapa
manfaat dari penggunaan mulsa di antaranya menekan pertumbuhan gulma, memperbaiki
sifat fisik tanah dengan memperkecil fluktuasi suhu tanah, mulsa plastik dapat
menaikkan suhu tanah,
mengurangi terjadinya erosi, mempertahankan tata air tanah,
memperbaiki struktur, aerasi dan konsistensi tanah, memperbaiki sifat kimia
tanah. Mulsa alami dapat menambah unsur hara ke dalam tanah setelah mulsa
tersebut lapuk atau busuk, memperbaiki sifat biologi tanah, mikroorganisme di
dalam tanah lebih diaktifkan terutama oleh mulsa alami.
Gambar mulsa buatan
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan pada bab 2 dapat penulis simpulkan bahwa gulma adalah tumbuhan yang kehadirannya
pada lahan pertanian dapat menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman
produksi. Hal tersebut dapat terjadi karena gulma menciptakan kompetisi atau
persaingan dengan tanaman budidaya dalam memperoleh unsur hara, udara, air dan
cahaya yang dibutuhkan tanaman budidaya dalam proses pertumbuhan dan
perkembangannya. Jika tanaman budidaya tidak mampu bersaing maka akan
memperlihatkan gejala-gejala seperti tanaman layu, bentuknya kerdil, dan gejala
pada daun yang khas. Untuk itu, perlu dilakukan kegiatan pengendalian gulma.
Pengendalian gulma adalah proses membatasi infestasi gulma sedemikian rupa
sehingga tanaman dapat dibudidayakan secara produktif dan efisien. Prinsip dari
pengendalian gulma yaitu meningkatkan daya saing tanaman budidaya dan melemahkan
daya saing gulma. Keunggulan tanaman budidaya harus menjadi lebih tinggi
sehingga gulma tidak mampu mengembangkan pertumbuhannya.
Salah satu metode yang
dapat diterapkan di lahan pertanian adalah metode pengendalian gulma secara
kultur teknis. Metode pengendalian gulma secara kultur teknis merupakan
tindakan atau cara pengendalian gulma dengan memerhatikan segi ekologis atau
keadaan lingkungan tanaman budidaya dengan gulma. Dengan menciptakan keadaan
lingkungan yang sesuai untuk tanaman budidaya tetapi merugikan gulma.
Tindakan-tindakan yang termaksud dalam metode pengendalian gulma secara kultur
teknis yaitu pengolahan tanah (land
preparation), pengaturan pola dan jarak tanam (crop density), pergiliran tanaman (crop rotation), penyiangan (weeding),
penggunaan tanaman penutup tanah (legume
cover crop-LCC), pengggenangan, dan penggunaan mulsa (mulching).
Dengan menerapkan
tindakan-tindakan dalam metode pengendalian gulma secara kultur teknis maka populasi
gulma di lahan pertanian dapat ditekan sampai pada taraf tidak merugikan.
Sehingga tanaman budidaya tidak memiliki tumbuhan pesaing dalam memperoleh
unsur hara, air, udara, cahaya dan ruang gerak untuk pertumbuhan dan
perkembangannya. Dan pada akhirnya produktivitas tanaman budidaya dapat
meningkat, dan diperoleh hasil pertanian dari segi kuantitas dan kualitas
terjamin.
3.2
Saran
Penulis
menyarankan agar para petani memerhatikan keberadaan gulma sebagai salah satu
organisme pengganggu tanaman selain hama dan pathogen yang dapat menurunkan
produktivitas tanaman budidaya dan menjadi inang alternative bagi hama dan
pathogen. Pengendalian gulma harus dianggap sama pentingnya dengan pengendalian
hama dan pathogen, karena gulma dapat menurunkan hasil pertanian. Pengendalian
gulma harus memerhatikan jenis tanaman, keadaan lahan dan jenis gulma. Salah
satu metode pengendalian gulma yang dapat petani terapkan yaitu pengendalian
secara kultur teknis.
Dan penulis menyarankan
kepada mahasiswa pertanian mau dan bersedia memberikan informasi kepada para
petani di daerah masing-masing tentang pentingnya pengendalian gulma sebagai
upaya meningkatkan produktifitas tanaman. Diharapkan juga kepada Ibu atau Bapak
dosen yang ahli dalam bidang pengendalian gulma bersedia memberikan informasi
dan bimbingan kepada petani di Sulawesi Tenggara yang mengalami masalah dan
kurang paham terhadap pengendalian gulma di lahan pertaniannya.
Sekian dan terimakasih
penulis ucapkan, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Agung Pribadi. 2013. Pengendalian Gulma Secara
Terpadu. http://agungagro teknology.blogspot.com/2013/06/pengendalian-gulma-secaraterpadu.html.
Diakses tanggal 9 April 2015.
Aldrich RJ.1987. Predicting Crop Yield Reduction
From Weeds. Weed Technol I:199-206.
Buchholtz, K.P. dan R.E.Doersch. 1968. Cultivation
and Herbicides for Weed Control in Corn. Weed Sci. 16:232-234.
Klingman, G.C.,F.M. Ashton and L.J. Noordhoff. 1975.
Weed Science : Principles and Practices. John Wiley and Sons, New York, 431 p.
Laumonier, E.K.W., R. Megia dan H. Veenstra. 1986.
The Seedlings In: Soerjani, M., A.I. G. H. Koetermans and G. Tjitrosoepomo
(Eds.). Weeds of Rice in Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta, p.567-686.
Madkar, O.R,T.Kuntohartono, dan S Mangoensoekardjo.
1986. Masalah Gulma dan Cara Pengendalian. Himpunan Ilmu Gulma Indonesia.
Nanda Oktora. 2013. Cara Pengendalian Gulma. http://www.petanihebat.com
/2013/11/cara-pengendalian-gulma.html
Diakses tanggal 9 April 2015.
Nanda Oktora. 2013. Metode Pengendalian Gulma. http://www.petanihebat.com
/2013/11/metode-pengendalian-gulma.html.
Diakses tanggal 9 April 2015.
Neng Susi Suniarsyih. 2009. Pengendalian Hama dan
Gulma Secara Terpadu (PHPT).https://wibowo19.wordpress.com/2009/01/18/pengendalian-hama-penyakit-dan-gulma-secara-terpadu-phpt/.
Diakses tanggal 9 April 2015.
Oerke EC dan
Dehne HW. 2004. Safeguarding Production-Losses in Major Crops and The Role of Crop
Protection. Crop Prod. 23, 275–285.
Oky Irawan. 2014.Pengendalian Gulma Secara Kultur
Teknis. http://okiirawan5.
blogspot.com/2014/02/pengendalian-gulma-secara-kultur-teknis.html.
Diakses tanggal 9 April 2015
Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit:
Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta. 412 hal.
Rahman, M. 1995. Peranan Ekologi dalam Pengendalian
Gulma Berwawasan Lingkungan. Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar Madya Tetap
Biologi pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Andalas
Padang.
Rijn,P.J.V. 2000. Weed Management in The Humid and
Sub Humid Tropics. Royal Tropical Institute Amsterdam, The Nederlands.
Staniforth, D.W. dan A.F. Wiese. 1985. Weed Biology
and It’s Relationship to Weed Control in Limited Tillage Systems. In : A.F.
Wiese (Ed). Weed Control in Limited Tillage Systems. Weed Sci. Soc. Am.
Champaign. IL. P. 15-25.
Tjitrosoedirdjo,S., I.H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo.
1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. PT Gramedia. Jakarta. 194.
Komentar
Posting Komentar